Klikhijau.com – Kepunahan beberapa spesies semakin nyata dan dekat. Jika sebelumnya sebuah penilaian yang dipimpin oleh Botanical Gardens Conservation International dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Species Survival Commission Global Tree Specialist Group melaporkan, di seluruh dunia 1 dari 3 spesies pohon terancam punah.
Laporan terbaru lebih miris, yakni lebih dari 9.000 spesies invertebrata telah menghilang sejak penjajahan Eropa, dengan 39 hingga 148 spesies lainnya diprediksi akan punah pada tahun 2024.
Laporan tersebut datang dari Australia. Di mana negara tersebut, menurut penelitian, kehilangan hingga tiga serangga asli dan invertebrata lainnya akibat kepunahan setiap minggu.
Kepunahan tersebut sulit dicegah, meskipun pemerintah Australia berjanji untuk mencegah semua kepunahan .
Sebuah makalah yang diterbitkan dalam Cambridge Prisms: Extinction mengungkapkan banyak dari kerugian tersebut merupakan “kepunahan hantu” di mana makhluk-makhluk punah sebelum mereka dapat diberi nama.
Prof John Woinarski, dari Universitas Charles Darwin dan Dewan Keanekaragaman Hayati, yang juga penulis utama studi tersebut mengatakan warga Australia tidak menyadari hilangnya spesies invertebrata.
“Kita telah menyebabkan lebih banyak kerusakan, hilangnya spesies, hilangnya alam, daripada apa yang telah kita sadari dan akui hingga saat ini,” katanya.
Ia menambahkan bahwa yang diakui secara resmi telah penuh berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Lingkungan dan Konservasi Keanekaragaman Hayati federa hanyalah satu kepunahan invertebrata, yakni cacing tanah Danau Pedder.
Perubahan iklim jadi biang kerok
Kepunahan Cacing Tasmania terjadi setelah habitatnya, yakni pantai asli danau Pedderer dihantam banjir pada awal tahun 1970-an. Padahal itu adalah satu-satunya habitat mereka untuk hidup.
Ia juga mengatakan ancaman yang dihadapi invertebrata serupa dengan yang dihadapi spesies lain, termasuk perubahan iklim, hilangnya habitat, pembukaan lahan, pencemaran saluran air, penyalahgunaan insektisida, dan spesies yang diperkenalkan.
“Perubahan iklim merupakan faktor utama bagi konservasi invertebrata,” katanya.
Menurut Woinarski, meningkatnya suhu dan memburuknya kebakaran hutan membahayakan banyak orang, terutama makhluk purba seperti cacing beludru, yang ia gambarkan sebagai peninggalan dari jutaan tahun lalu, saat Australia dulu lebih dingin dan basah.
Sementara itu, Dr Jessica Marsh, seorang ahli biologi konservasi yang berafiliasi dengan Universitas Adelaide dan salah satu penulis makalah tersebut mengkhususkan diri pada laba-laba, terutama yang hidup di zona sangat terbatas yang dianggap berisiko tinggi terhadap kepunahan.
Sedangkan Dr Isabel Hyman, seorang ilmuwan peneliti di Museum Australia berfokus pada siput kaca Campbell.
Hewan invertebrata gua sangat rentan karena sering kali satu spesies hanya hidup di satu gua. Satu ancaman atau peristiwa seperti kebakaran besar atau penebangan habitat dapat memusnahkan mereka.
Dr Kate Umbers, seorang ilmuwan konservasi yang berbasis di Western Sydney University dan direktur pelaksana lembaga nirlaba Invertebrates Australia , mengatakan perkiraan jumlah kepunahan mungkin terdengar mengejutkan bagi banyak orang, tetapi tidak mengejutkan bagi orang-orang yang bekerja di bidang tersebut.
“Spesies punah sebelum kita bisa menamainya,” katanya.
Umbers, yang bukan penulis makalah tersebut, mengatakan invertebrata atau hewan tanpa tulang belakang mencakup 95% spesies hewan di Bumi.
“Keanekaragaman mereka yang sangat besar dan membingungkan” meliputi kupu-kupu, lebah, jangkrik , cacing, ngengat, dan laba-laba,” tambahnya.
Penelitiannya sendiri difokuskan pada makhluk yang beradaptasi dengan daerah pegunungan, termasuk ngengat bogong, belalang gunung, dan skyhopper yang berubah warna dari hitam menjadi biru kehijauan ketika suhu tubuh mereka melebihi 25C.
Umbers mengatakan banyak “hewan lucu” yang ditemukan di Australia bersifat unik dan memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan ekosistem dan pertanian.
“Kita adalah penjaga keanekaragaman hayati global yang sangat besar dan sangat penting.
Kita harus peduli tentang itu,” pungkas umber
Sumber: The Guardian