Daya Dukung dan Daya Tampung Kunci Pengelolaan DAS Berkelanjutan

oleh -651 kali dilihat
Daya Dukung dan Daya Tampung Kunci Pengelolaan DAS Berkelanjutan
Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut KLHK, Sri Parwati Murwani Budisusanti/Foto-KLHK

Klikhijau.com – Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut KLHK, Sri Parwati Murwani Budisusanti, mengungkapkan pentingnya pengetahuan tentang daya dukung (carriying capacity) dan daya tampung (asimilatif capacity) Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal itu demi menjamin pengelolaan DAS yang berkelanjutan.

Hal tersebut di sampaikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Lahan Gambut Berkelanjutan Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat 2019. Seminar ini dilaksanakan di Aula Rahan Universitas Palangkaraya, 18 Desember 2019.

Sri Parwati menyebut, kunci pengelolaan DAS adalah kajian daya dukung dan daya tampung. Dari sana akan diketahui apasaja kegiatan yang ada dan dapat dilakukan di atas DAS tertentu, sehingga kerusakan DAS dapat diantisipasi.

Ia juga menjelaskan jika pengetahuan tentang daya tampung DAS terutama berkaitan dengan kualitas air sangat berguna untuk mendukung kehidupan makhluk hidup.

Kajian daya tampung dapat menjelaskan mulai dari debit erosi yang masuk ke aliran sungai, hingga sumber-sumber pencemaran air sungai.

Menurut Sri Parwati, pengelolaan DAS tidak bisa dilepaskan dengan perencanaan tata ruang wilayah. Pengelolaan DAS yang tidak singkron dengan perencanaan tata ruang wilayah dipastikan menyebabkan DAS rentan rusak.

Hal itu dapat memicu bencana seperti banjir dan longsor. Terutama terkait kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan yang diizinkan di atas sebuah DAS yang diatur dalam perencanaan tata ruang wilayah.

Untuk hal ini, menurutnya, dapat didekati dengan kajian daya dukung DAS.

Mendorong penyusunan RPPEG

Khusus untuk Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Parwati menjelaskan jika keberadaan lahan gambut dalam DAS menjadi keunikan yang perlu penanganan tersendiri.

Diperlukan kesamaan visi dan komitmen para stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan gambut agar ekosistem gambut dapat lestari

Kunci pengelolaan gambut itu adalah memastikan air gambut tidak keluar/lepas. Kondisi ini yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan rusak, sehingga mudah terbakar.

“Kejadian karhutla pada lahan gambut diketahui mengemisi dioxin dan furan yang karsinogenik. Menurut WHO, ini beresiko menurunkan kesehatan pada manusia.” tegas Sri Parwati.

Di Kalimantan Tengah, DAS Kahayan yang lintas provinsi menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat. Namun demikian di Kalimantan Tengah sendiri total ada 11 DAS yang juga menjadi kewenangan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten.

Agar pengelolaan ekosistem gambut baik dan sinergis dari tingkat tapak hingga pusat, dirinya mendorong setiap pemda menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Dalam penyusunan RPPEG itu dibantu dengan unsur akademisi.

RPPEG merupakan instrumen kebijakan yang di dalamnya berisi upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem sistematis dan terpadu.

Salah satunya terkait dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut yang berkorelasi terhadap kualitas udara secara nasional bahkan global.

Dokumen RPPEG juga sebagai pendukung dalam rencana pembangunan daerah dan rencana tata ruang wilayah.

Lahan gambut harus tetap lestari

Ketua Dewan Riset Nasional & Pendiri sekaligus Ketua Himpunan Gambut Indonesia, Bambang Setiadi mengatakan hal yang sama. Dirinya setuju jika lahan gambut perlu dikelola dengan prinsip kehati-hatian tinggi.

Tinggi muka air gambut harus dipertahankan dengan manajemen dan teknologi tertentu. Ini mencegah gambut kering dan mengalami penurunan (subsiden) sehingga mudah terbakar dan mengancam perubahan iklim.

Meski begitu, berdasarkan yang dipelajarinya baru-baru ini dimungkinkan ekosistem gambut untuk memulihkan dirinya sendiri setelah terdegradasi.

Kunci utamanya adalah waktu, sehingga lahan gambut yang sehat dan utuh perlu dilindungi dan dikelola agar tetap lestari. Sementara lahan gambut yang terdegradasi segera untuk dipulihkan.

Indonesian sendiri merupakan pemilik ekosistem gambut terbesar nomor 4 di dunia, dengan ekosistem gambut tropisnya.

Lahan gambut berperan dalam penyimpanan karbon dengan kemampuan sampai 46 gigaton atau berarti 8 – 14 % karbon berada di lahan gambut.

KLIK INI:  Festival Golokoe, Mengendus Jejak Allah, di Alam Ciptaan-Nya