DAS Jeneberang Kritis, Begini Masukan Walhi Sulsel

oleh -390 kali dilihat
DAS Jeneberang Kritis, Begini Masukan Walhi Sulsel
Walhi Sulsel saat memaparkan temuannya di DAS Jenebrang, Jumat, 1 Februari 2019/foto-Walhi
Irhyl R Makkatutu

Klikhijau.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan merilis hasi riset dan kajian perihal potensi bencana di Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang Gowa.

Sejauh pengamatan Walhi, kawasan itu sangat kritis dan membutuhkan rehabilitasi serius. Bila tidak, bencana banjir akan berulang dan lebih besar di tahun yang akan datang.

Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, menegaskan, resapan atau tangkapan air di DAS Jeneberang sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh massifnya kerusakan lingkungan di kawasan itu.

Dari total 78480 hektare luas area DAS Jeneberang, penggunaan lahan serapan air hingga sekarang tinggal 17,8 persen.

“Ada 83 persen lebih lahan digunakan sebagai aktivitas di luar fungsi hutan. Detailnya, 28 persen digunakan sebagai area persawahan, 8,9 persen kawasan penduduk, 41 persen area pertanian holtikultura, 1,3 persen waduk Bili-bili dan 3,5 persen aktivitas lainnya,” jelas Amin.

KLIK INI:  DAS Bermasalah Jadi Penyebab Utama Banjir di Sulsel

Itu artinya daya dukung DAS Jeneberang semakin tidak memadai. Hasil pemetaan Walhi menunjukkan, terdapat delapan titik erosi dan longsoran yang terjadi di sepanjang DAS Jeneberang.

Erosi dan longsoran itulah yang kemudian membawa material lumpur di dalam aliran sungai.

“Material lumpur yang tergerus atau sedimentasi berkumpul di waduk. Itulah yang menyebabkan terjadinya pendangkalan. Proses inilah yang kemudian menimbulkan banjir di Maros dan Makassar,” kata Al Amin.

Menurut Walhi, kurangnya perhatian pemerintah dalam pemulihan DAS Jeneberang menjadi faktor utama. Padahal, pengelolaan DAS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012.

Di dalamnya menekankan dua perihal, DAS yang dipulihkan daya dukungnya dan DAS yang dipertahankan daya dukungnya.

“Pemerintah Provinsi Sulsel gagal melaksanakan PP terkait pengelolaan DAS. Padahal, sebenarnya representasi dari PP itu juga tertuang di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2015. Khususnya soal menjaga fungsi DAS Jeneberang sebagai resapan serta sumber air bersih bagi masyarakat,” tutur Al Amin.

Oleh sebab itu, Walhi menyarankan perlunya mengimplementasikan peraturan tentang tata kelola DAS. Di samping itu, perlu ada evaluasi besar-besaran dan restrukturisasi DAS Jeneberang.

KLIK INI:  Walhi Sulsel: Pemerintah Kota Makassar Gagal Atasi Banjir
***

Di hari yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, berkunjung ke Makassar untuk isu yang sama.

Ada dua agenda penting Menteri Siti yakni rapat konsolidasi dengan semua stakeholder terkait penanganan banjir dan tanah longsor di Sulawesi Selatan.

Kedua, Menteri bersama rombongan mengunjungi langsung DAS Jeneberang di Gowa.

Secara spesifik, Menteri LHK juga mengakui kondisi kritis di DAS Jeneberang. Memperkuat kelembagaan juga dinilainya sangat penting.

“Saya ingin kita belajar dari bencana banjir ini dengan meresponnya secara konseptual. Polanya harus lebih modern dengan membangun multistakeholders forum dengan melibatkan pemerintah daerah,”tegas Siti.

Inspektur Jenderal (Irjen) KLHK, Ilyas Asaad menambahkan, perlunya menegakkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruang di daerah.

“Intensitas bencana di beberapa daerah jelas disebabkan oleh terjadinya kerusakan lingkungan,” jelasnya.

KLIK INI:  Hutan Bukan Tempat Sampah, Kolaborasi Bersih Sampah di TN Babul