Covid-19, ‘Illegal Logging’ Meningkat, Industri Kayu Anjlok

oleh -224 kali dilihat
Sinergitas Para Pihak, Kunci Sukses dalam Implementasi SVLK di Tingkat Tapak
Tumpukan kayu tebangan ilegal di Luwu Utara - Foto/ JURnaL Celebes).
Mustam Arif

Klikhijau.com – Kita mungkin berpikir, pembatasan aktivitas di masa Pandemi Covid-19 mengurangi kegiatan di hutan. Ternyata tidak. Di Sulawesi Selatan, pembalakan liar (illegal logging) justru meningkat.

Sementara industri kayu di daerah ini malah anjlok. Salah satu sebab, kekurangan bahan baku. Situasi kontradiktif yang bisa membawa dampak ganda. Bertambahnya deforestasi dan runtuhnya industri bidang kehutanan.

Situasi seperti ini bisa jadi bukan hanya di Sulawesi Selatan sebagai dampak pandemi. Hal yang sama pun ada di daerah lain. Karena itu, kita perlukan langkah strategis pemerintah dan parapihak (multi-stakeholder), tidak sekadar antisipatif pengawasan dan insentif jangka pendek (situasional). Perlu strategi yang juga bisa menjamin hutan dan bisnis kayu berkelanjutan.

Kondisi ini merupakan bagian dari temuan kegiatan-kegiatan sebuah program pemantauan tata kelola kehutanan di Sulawesi Selatan. Program yang dilaksanakan Perkumpulan JURnaL Celebes. Lembaga atau organisasi masyarakat sipil yang konsentrasi untuk pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam. Lembaga yang beranggotakan para jurnalis dan aktivis masyarakat sipil ini melakukan pemantauan dan peningkatan kapasitas selama masa pandemi di Sulawesi Selatan, 2020-2021.

Kegiatan selama satu tahun didukung Badan Dunia Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Uni Eropa melalui program penegakan hukum, tata kelola dan perdagangan di bidang kehutanan (Forest Low Enforcement Governance and Trade/FLEGT). Inisiatif yang mendukung legalitas kayu dengan tujuan jangka panjang mengurangi deforestasi dan degradasi hutan.

KLIK INI:  Melalui Komik Strip, Belantara Foundation Edukasi Harmoni Gajah dan Manusia

JURnaL Celebes melalui program ini membangun kolaborasi pemerintah daerah, pelaku industri bidang kehutanan, masyarakat lokal/masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil/LSM. Pemantauan, peningkatan kapasitas dan membangun sinergi ini berproses dengan menyiasati situasi di masa pandemi.

Temuan-temuan yang dilaporkan ke pemerintah dan multi-pihak ini memberikan gambaran bahwa tata kelola bidang kehutanan masih butuh perbaikan. Di antaranya adalah masih lemahnya sinergi antar-pihak dalam pengawasan terhadap kejahatan dan penegakan hukum di bidang kehutanan.

Pembalakan Liar

Memantau hutan dan peredaran kayu di Sulawesi Selatan, JURnaL Celebes menemukan peningkatan aktivitas pembalakan liar yang cukup signifikan.

Dalam satu tahun di masa pandemi Maret 2020-Februari 2021, tercatat kejadian penangkapan pelaku illegal logging sebanyak sembilan kali di delapan kabupaten. Jika dibanding dengan periode satu tahun sebelum pandemi, hanya ada tiga kasus sesuai hasil pantauan. Dari data ini, JURnaL Celebes mengasumsikan peningkatan kejahatan illegal logging meningkat sekitar 70 persen di masa pandemi.

Tampaknya pembatasan aktivitas menjadi salah satu faktor yang menyebabkan minimnya pengawasan di lapangan. Situasi ini diakui Balai Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi.

Pada masa pandemi, petugas Gakkum terkendala aturan covid, terutama di setiap daerah. Kegiatan pemantauan dan proses hukum hampir tidak bisa dilaksanakan secara virtual. Gelar perkara bisa dilakukan secara daring, tetapi verifikasi faktual di lapangan, memerlukan kegiatan langsung.

Pemantauan menemukan ada indikasi kejahatan illegal logging dilakukan dengan melibatkan atau ‘bekerja sama” dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan. Pengusaha atau pengepul kayu memanfaatkan orang-orang lokal untuk melakukan penebangan.

KLIK INI:  Ini 4 Tuntutan Anak-anak Muda ‘Koprol Iklim’ di Hari Kasih Sayang!

Masyarakat lokal sekitar hutan yang pendapatannya berkurang akibat pandemi, juga terpicu memanfaatkan situasi ini. Sebab, dalam masa pandemi, baik pihak pengusaha/pedagang maupun masyarakat, yang sama-sama terdesak kebutuhan, bersimbiosis melakukan pembalakan liar. Sama-sama memanfaatkan situasi, ketika intensitas pengawasan hutan menurun karena berlakunya pembatasan aktivitas.

Batang kayu yang ditebang dikumpulkan di tempat tertentu. Kayu yang terkumpul, akan diangkut truk dibawa ke tempat pengumpulan setelah dari hutan, langsung ke industri pengolahan kayu, atau tempat penggergajian.

Ketika pelaku lapangan diketahui petugas, yang ditangkap dan diproses hukum adalah warga masyarakat. Masyarakat yang menebang kayu, kalau tidak sempat melarikan diri, akan ditangkap petugas dan diproses hukum.

Sementara pihak yang mengajak kerja sama memanfaatkan jasa masyarakat untuk menebang kayu, jarang tersentuh hukum. Padahal mereka sebenarnya adalah pemilik kayu ilegal.

Di antara pihak pembeli maupun penebang diduga ada kesepakatan untuk tutup mulut dengan, kompensasi tertentu. Dugaan lain, penebang kayu dari masyarakat setelah ditangkap petugas, tidak bisa mengungkap siapa yang mengajak kerja sama melakukan pembalakan liar karena sudah hilang jejak. Pemantau menduga pelaku kejahatan dari pihak pembeli/pengusaha kayu dengan cara ilegal, menggunakan pola ‘’rantai putus’’ untuk menghilangkan jejak.

KLIK INI:  Jawa Terancam Kehabisan Sumber Air Bersih Tahun 2040

Aparat penegak hukum seperti Gakkum kerap menemui kesulitan mengusut siapa di balik kejahatan kayu ilegal. Aparat kesulitan mendapatkan informasi dan bukti-bukti, sementara pelaku yang ditangkap ada yang diduga sengaja ‘’pasang badan’’ untuk pelaku di belakang layar.

Dari sembilan kasus penangkapan kayu ilegal yang dicatat JURnaL Celebes selama pandemi, hampir semua pelaku yang diproses hukum, adalah warga masyarakat yang menebang atau mengangkut kayu. Umanya mereka diminta atau bekerja sama dengan pembeli atau pengusaha kayu.

Sedangkan pihak yang menggunakan jasa warga, hampir semuanya lolos dari jerat proses hukum. Kecuali, salah satu kasus perusakan  hutan di kawasan konservasi Komara, Takalar. Setelah seorang warga diproses hukum sampai vonis pengadilan sebagai pelaku, pihak kepolisian mengembangkan kasus ini. Kepolisian akhirnya menetapkan tersangka dan menahan seorang tokoh masyarakat yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Takalar.

Anjloknya Industri Kayu

Covid-19 juga membawa dampak bagi industri kayu di Sulawesi Selatan. JURnaL Celebes dalam pemantauan menemukan pendapatan industri kayu baik kecil, sedang dan besar mengalami anjlok antara 30 sampai 70 persen. Sebagian industri harus berhenti beroperasi. Ada yang beraktivitas kalau ada bahan baku. Bahkan ada industri primer yang bangkrut di masa pandemi. Salah satu di antaranya PT Katingan Timber Celebes, industri pengolahan kayu dari grup usaha Katingan.

KLIK INI:  STuEB Beberkan Dampak Mengerikan PLTU Batubara di Pulau Sumatera

Proses pemantauan terhadap industri degan tujuan memastikan terlaksananya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang telah berubah menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18 Tahun 2021.

SVLK adalah instrumen yang memastikan legalitas kayu melalui pelacakan hulu-hilir. Bagi industri kecil di Sulawesi Selatan, sertifikat legalitas kayu dianggap tidak penting karena implementasi SVLK tidak memberikan nilai tambah bagi  produk industri non ekspor. Dari 25 industri yang dipantau, hanya ada enam industri yang memiliki sertifikat legalitas kayu.

Rekomendasi

Atas kondisi ini, JURnaL Celebes merekomendasikan institusi pemerintah dan terkait dan pemangku kepentingan untuk bekerja sinergi dalam pengawasan hutan dalam penegakkan hukum mengatasi kejahatan kehutanan terutama pembalakan liar. Pengawasan paralel antar institusi pemerintah dan masyarakat lokal/masyarakat adat merupakan salah satu solusi.

Sinergi diperlukan bukan hanya dalam bentuk kegiatan, tetapi juga bagaimana menyamakan pemahaman, persepsi dan visi, serta menyinergikan multi-regulasi yang kerap tumpang tindih dalam implementasi.

Untuk industri yang anjlok terdampak pandemi, selain diperlukan dukungan insentif dalam jangka pendek untuk bertahan, juga sangat penting, adalah insentif jangka panjang berupa pendampingan dan peningkatan kapasitas untuk berinovasi agar nantinya ketika bangkit dari dampak covid yang hingga saat ini belum bisa dipastikan berakhir. Agar industri punya kemampuan inovatif sebagai jaminan keberlanjutan.

Kemudian untuk perbaikan dan penguatan SVLK, diperlukan insentif dari pemerintah berupa nilai tambah bagi produk industri yang memiliki sertifikat dan patuh menjalankannya. Minimal memberikan perbedaan harga produk kayu bersertifikat dan tidak bersertifikat.

KLIK INI:  Pasokan Kayu Bitti Langka, Industri Kapal Pinisi Terancam