Cerita dan Impian Sang Maestro Mangrove Merebut Perhatian Para Milenial

oleh -208 kali dilihat
Cerita dan Impian Sang Maestro Mangrove Merebut Perhatian Para Milenial
Cerita dan impian Sang Maestro Mangrove.

Klikhijau.com – Beberapa tahun terakhir, gairah cinta mangrove terus berkecamba di Baluno, Majene, Sulawesi Barat (Sulbar). Muaranya berpancar dari Mangrove Learning Center (MLC), tempat yang diinisiasi oleh satu maestro mangrove Indonesia bernama Aziil Anwar (61).

Empat tahun lalu, saya berkunjung ke tempatnya dan berdiskusi dengan Pak Aziil yang kaya pengalaman dan punya segudang impian.

Impian terbesarnya adalah membuat anak-anak muda mencintai mangrove. Di perjumpaan itu, kami mendiskusikan soal MLC yang sangat eksotik untuk swafoto. Liukan akar mangrove di karang cadas sangat misterius dan menggoda fantasi.

Betapa eloknya bila ada rumah-rumah di tengah hutan mangrove, lalu di depannya ada ayunan yang semua bagiannya dikreasi alami dari manrove.

Sembari menikmati secangkir kopi atau lezatnya ikan bakar segar, angin sepoi yang tertiup menggoda fantasi. Terbayang, betapa kokohnya kawanan mangrove menghalau air laut yang pasang.

Akarnya yang menancap dan menggurita, sukses menahan serangan air laut yang sewaktu-waktu hendak melumat pemukiman di pesisir.

KLIK INI:  Kenalkan, Ini 8 Orang Penerima Conservation Award 2019 dari BBKSDA Sulsel

Lalu, pada sela-sela akarnya itulah ikan-ikan khas bakau dan kepiting berkembang biak mesra nan damai. Itulah menariknya kawasan mangrove, kita dapat merasakan sentuhan hutan, pantai dan ombak sekaligus.

Minat kaum milenial yang pesat

MLC di Baluno Sulbar kini berkembang pesat. Saya terus memantau perkembangannya melalui sosial media atau diskusi langsung dengan Pak Aziil setiap waktu melalui Whatsapp.

Banyak kegiatan digelar setiap saat, yang terbaru antara lain: Mangrove Festival 2019. Tak hanya itu, semakin banyak komunitas yang menggelar kegiatan bertajuk lingkungan di kawasan MLC.

Anak-anak muda bahkan berdatangan setiap waktu, selain swafoto juga belajar tentang mangrove.

Beberapa ornamen memang telah dibuat di sana, semakin menambah eksotikanya. Kesan alami pepohonan mangrove tiada duanya untuk ber-selfie ria.

Dalam banyak momen, anak-anak muda yang berkunjung juga dapat terlibat langsung merasakan sensasi menanam mangrove di karang cadas.

“Impian terbesar saya adalah membuat mangrove sebagai life style di kalangan pemuda. Membuat mereka bangga bicara tentang mangrove, lalu mendiskusikannya di komunitasnya masing-masing,” tutur Pak Aziil.

Sebuah impian besar dan mulia yang dilakukan dengan penuh cinta. Pak Aziil bahagia, sebab respon dan minat anak muda milenial sangat baik.

KLIK INI:  Berperan Jadi Pemulung dalam Film Pendek, Seniman Ini Menuai Banyak Pujian

Yah, lelaki berperawakan tinggi ini memang menghabiskan waktunya melestarikan mangrove. Ia layak digelari satu maestro mangrove tanah air.

Puluhan penghargaan telah diraihnya, tetapi kerja keras dan jasanya tentu tak bisa dihargai dengan apa pun.

Merawat mangrove sudah seperti merawat anaknya sendiri. Sejak memulai menanam pada tahun 1990, mangrove tumbuh subur dan rindang.

Sebuah kabar gembira menghampirinya , selain sebagai pusat studi mangrove dan destinasi alternatif di Majene, MLC juga akan dijadikan “Kawasan Ekologi Essensial”.

Bila ini terwujud, MLC semakin menarik perhatian sehingga semakin dalam kecintaan banyak orang akan kelestarian mangrove.

Lalu, pada September 2019 mendatang, MLC akan menggelar Eco Music Festival, sebuah ajang kreativitas band lokal di Sulawesi Barat.

Festival ini akan melombakan kreativitas cipta lagu lingkungan, arasemen lagu lingkungan, dan lainnya.

Oya, Pak Aziil memang dikenal berjiwa seni tinggi, ia menciptakan sajak-sajak lingkungan juga lagu-lagu bertema lingkungan.

Beberapa diantaranya sudah meraih penghargaan dan memenangkan kompetisi.

Kreativitas dan inovasi terus dilakukan Pak Aziil. “Dukanya itu, tidak bisa kaya, karena duit habis dipakai mencipta kreasi dan inovasi,” celotehnya menghibur diri.

Panjang umur sang maesto mangrove Indonesia!

KLIK INI:  Ami, Ratu Sampah Sekolah di Pulau Dewata