Klikhijau.com – Husni Djamaluddin lahir pada tanggal 10 November 1934. Ia lahir di Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat.
Menurut Dr Muliadi M.Hum sebagaimana dikutip dari fajarpendidikan.co.id, Husni merupakan salah seorang ‘tokoh penting’ berdirinya Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar)
Namun, perjuangannya dalam pembentukan Sulbar sebagai sebuah provinsi tidak dinikmati begitu lama, sebab ia wafat persis sebulan setelah terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat. Tepatnya pada tanggal 24 Oktober 2004.
Dr Muliadi juga mengungkapkan bahwa Husni Djamaluddin adalah sastrawan daerah asal Mandar yang sudah menasional dan bahkan internasional. Ia memiliki wawasan yang luas dan komprehensif, jujur dan bersahaja, serta tegas dan penuh bijaksana.
Sebagai penyair, Husni telah menelurkan banyak puisi. Salah satu buku puisinya adalah Bulan Luka Parah. Puisi dalam buku tersebut meliputi puisi yang ditulisnya di tahun 1970-an dan 1980-an.
Puisi Husni memiliki kekhasan tersendiri. Puisi-puisinya banyak menggunakan perulangan diksi sehingga terkesan seperti mantera. Namun, jika ditelisik lebih jauh, ada nada merdu dan menyentuh dalam puisinya.
Di antara banyak puisinya dalam buku Bulan Luka Parah—yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 1996, terdapat beberapa puisi yang bernapas alam. Sepertinya seorang Husni banyak terinspirasi dari alam, berikut beberapa puisinya yang terangkum dalam buku Bulan Luka Parah:
Mencari Yang
telah kering mata air di gunung-gunung hulu
diserap sungai-sungai yang mengalir berliku-liku
telah kering segala sungai di muka bumi
diserap laut yang ombaknya empas ke pantai
telah kering segala laut yang pernah bergelombang
keserap ke dalam sukmaku mencari Yang
Makassar, 1980
Sebuah Danau di Toraja
di sini Toraja di sini tak ada danau
di sini Toraja di sini tumbuh enau
tumbuh di kebun
tumbuh di hutan
tumbuh di pinggir jalan
di sini beribu-ribu pohon enau bersatu jadi sebuah danau
danau tak terjangkau di ilmu bumi danau terjangkau di ilmu puisi
danau apa danau itu sebuah danau
jernih airnya manis mulanya
tuak jadinya pahit rasanya
mabuk akhirnya
beribu-ribu batang bambu
berisi air dari danau itu
beribu-ribu orang Toraja di lepau
di pasar di ladang di pematang di dangau
di rumah di pesta-pesta duka
minum tuak dari
bibir bambu
beribu-ribu orang Toraja
menenggelamkan duka
dalam danau itu
Dongeng Satu
seorang ratu
dari sebuah kerajaan
melahirkan seekor anjing jantan
karena malu
raja menyuruh
buang putranya yang anjing itu
jauh
ke dalam hutan
di dalam hutan
kemudian
sang anjing jadi pangeran
dari segala anjing hutan
atas nama kerajaan
pohon-pohon ditebangi
hutan-hutan digunduli
atas nama kelaparan
pangeran memimpin pemberontakan
anjing-anjing hutan
ribuan anjing hutan
menyerbu ibu kota
membunuh raja
dan segala penghuni istana
kecuali ratu
lantaran pangeran
tidak malu
mencium dan memanggilnya: ibu!
Makassar, Agustus 1976
Bulan Luka Parah
bulan luka parah
karena laut kehilangan ombak
bulan luka parah
karena ombak kehilangan laut
bulan luka parah
darahnya tumpah
ke dalam laut
yang kehilangan ombak
bulan luka parah
darahnya tumpah
jadi ombak
yang kehilangan laut
Makassar, 20 Agustus 1981
Itulah empat puisi dari Husni Djamaluddin yang bernapas alam, selamat menikmati semoga memberi kesadaran akan pentingnya kita menjaga lingkungan.








