- Menangisi Kekeringan - 08/02/2025
- Surian, Pendatang Baru yang Jadi Primadona - 30/01/2025
- Bukan karena Hujan, Sabaria - 12/01/2025
Jakarta, Klikhijau.com – Setelah melewati enam presiden dan sembilan gubernur, penantian panjang warga Jakarta memiliki mode transportasi modern akhirnya berakhir. Hari berakhirnya penantian itu datang kemarin, Senin, 24 Maret 2019 dengan diresmikannya Mode Raya Terpadu (MRT) Jakarta.
Tentu banyak harapan dari disematkan pada MRT, yakni geliat ekonomi, kenyamanan pengguna transportasi umum, mengurangi kemacetan dan bisa jadi kehadiran MRT dapat mengurangi pula polusi udara ibu kota, sebab diharapkan akan banyak masyarakat beralih menggunakan MRT.
Jakarta, dalam hal polusi udara memang telah mengkhawatirkan, sebuah studi yang dilakukan Greenpeace dan IQ AirVisual menempatkan Jakarta di daftar puncak kota paling berpolus buruk di Asia Tenggarai pada 2018 lalu.
Untuk menentukan kota paling berpolusi, Greenpeace dan IQ AirVisual memonitor kualitas ratusan kota secara regular pada tahun 2018. Dari hasil monitoring itu, keluarlah Jakarata, Ibu kota Negara Indonesai sebagai pemenang negara paling berpolusi buruk di Asia Tenggara dan urutan ke-161 di dunia.
“Jadi, ratusan kota dimonitor kualitas udaranya secara reguler pada tahun 2018. Jakarta menempati urutan pertama dan Hanoi berada di urutan kedua di Asia Tenggara untuk kualitas udara terburuk,” kata Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak seperti yang ditayangkan kompas.com.
Pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang rata-rata kualitas udara harian seharusnya 25 mikrogram per meter kubik udara. Namun, rata-rata harian kualitas udara di Jakarta melampaui ketentuan tersebut dengan indikator PM 2.5 adalah 45,3 mikrogram per meter kubik udara.
“Rata-rata harian kualitas udara di Jakarta lebih buruk 4,5 kali lipat dari batas aman dan batas sehat yang ditetapkan oleh WHO. Angka itu juga meningkat dibanding tahun 2017 di mana rata-rata harian kualitas udara di Jakarta adalah 29,7,” papar Leonard.
Salah satu penyebab utama pencemaran udara di Jakarta menurut Leonard Simanjuntak adalah emisi kendaraan bermotor. Diketahui bahwa jumlah kendaraan bermotor di Jakarta semakin meningkat setiap tahunnya.
“Kita bisa melihat ya, kendaraan pribadi roda empat atau pun roda dua melebihi kapasitas Jakarta untuk menampungnya. Hampir tidak ada kontrol terhadap penambahan (kendaraan bermotor). Jadi, orang-orang makin mudah difasilitasi menggunakan kendaraan pribadi,” jelas Leonard.
Jika banyak masyarakat pengguna motor dan mobil beralih menggunakan MRT, tentu Jakarta bisa keluar dari predikat kota paling berpolusi buruk di Asia Tenggara, sebab penyumbang utama polusi seperti yang dikatakan Leonard akan berkurang.
Namun, jika masyarakat Jakarta tetap setia menggunakan motor dan mobil, bukan tidak mungkin Jakarta ke depannya akan menggeser New Delhi, ibukota India sebagai negara dengan pencemaran udara terburuk di dunia.
Penulis: Irhyl R Makkatutu
Editor : Irhyl R Makkatutu