Begini Kronologis Kerusakan Rawa Tripa dan Alotnya Eksekusi Putusan Denda 366 Miliar

oleh -155 kali dilihat
Begini Kronologis Kerusakan Rawa Tripa dan Alotnya Eksekusi Putusan Denda 366 Miliar
Rawa Tripa - Foto/Paul Hilton

Klikhijau.com – Rawa Tripa merupakan hutan gambut yang terletak di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, yang luasnya mencapai 61.803 hektar.

Rawa Tripa masuk dalam pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang melalui PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang memasukkannya sebagai kawasan strategis berfungsi lindung.

Sengketa melanda PT Kallista Alam ketika perusahan itu melakukan aksi pembakaran di atas lahan sekitar 1.000 hektar di area lahan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya pada periode 2009-2012.

Padahal, area itu merupakan kawasan hutan lindung yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. PT Kallista Alam membakar lahan itu karena ingin menjadikannya sebagai area perkebunan kelapa sawit.

Kasus pun bergulir ke pengadilan. Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh akhirnya memvonis PT Kallista Alam bersalah dan wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 366 miliar, dengan rincian Rp114,3 miliar ke kas negara dan membayar dana pemulihan lahan Rp251,7 miliar.

KLIK INI:  Menteri LHK Sambut Baik Kepala BRGM, Tugas Tambahan Menanti!

Sebagai jaminan, Pengadilan Negeri Meulaboh telah menyita tanah, bangunan, dan tanaman milik PT Kalista Alam di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur seluas 5.769 hektar pada 4 Desember 2013.

PT Kallista Alam rupanya tak tinggal diam. Berbagai upaya terus dilakukan untuk membatalkan putusan itu, bahkan sampai di tingkat Peninjauan Kembali (PK), meskipun akhirnya kandas juga. Mahkamah Agung (MA) tetap memenangkan Kementerian LHK selaku penggugat. Putusan bersifat inkracht dan harus dieksekusi.

Putusan terhadap PT Kallista Alam itu sempat menuai sorotan dan pujian pegiat lingkungan internasional karena dianggap merupakan sikap tegas sistem peradilan di Indonesia dalam menindak perusahaan besar perusak lingkungan.

Sayangnya, sampai saat ini, eksekusi itu hanya di atas kertas, tidak juga bisa dilaksanakan.

Forum LSM Aceh sebagai salah satu penggagas petisi menyebutkan, proses eksekusi seharusnya sudah bisa dilakukan sejak empat tahun lalu, tetapi selalu gagal di proses penilaian aset.

KLIK INI:  P3E Suma KLHK dan Klikhijau Menggelar Pelatihan Penguatan Kapasitas Kehumasan

“Padahal Ketua PN Suka Makmue sudah mengambil sumpah tim appraisal yang bertugas menghitung nilai aset perusahaan yang akan dieksekusi. Ketua PN Suka Makmue enggan menugaskan juru sita mendampingi tim appraisal di lapangan, sehingga proses appraisal selalu gagal. Kegagalan itu yang membuat eksekusi tidak berjalan sampai saat ini,” kata Sekjen Forum LSM Aceh Sudirman Hasan saat Konferensi Pers pada Selasa, 12 Oktober 2021 di Leuser Conservation Training Centre (LCTC).

Pada Februari 2019 Ketua PN Suka Makmue telah mengukuhkan dan mengambil sumpah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Pung’s Zulkarnain selaku pihak yang melakukan appraisal terhadap aset yang akan disita.

Hanya saja, saat KJPP hendak melakukan penghitungan nilai aset di lokasi yang akan disita, mereka diusir oleh petugas PT Kallista Alam karena tidak ada pendampingan dari juru sita PN Suka Makmue.

Dua kali KJPP Pung’s Zulkarnain dan Tim Kementerian LHK masuk ke lahan PT Kallista Alam, dua kali pula mereka            dihadang. Padahal tim itu didampingi petugas dari Polda Aceh dan Polres Nagan Raya.

Hingga Juni 2021, putusan hukum terhadap PT Kallista Alam belum dieksekusi. Perusahaan masih beroperasi dan tanah, tanaman, serta bangunan yang menjadi jaminan masih dikuasai perusahaan.

Hal ini yang membuat Forum LSM Aceh dan kelompok pecinta lingkungan di Aceh berharap agar Mahkamah Agung mengambilalih kewenangan dan segara melakukan eksekusi agar kasus yang membelit PT Kallista Alam cepat selesai.

KLIK INI:  KLHK Libatkan Masyarakat dalam Penanganan Karhutla