- Solidaritas Korsa Rimbawan untuk Hutan Berkelanjutan Menggema dari SMKKN Makassar - 17/03/2025
- TerkaitPolusi Daur Ulang Kertas dan Plastik Impor di Jatim, River Warrior Surati Presiden Prabowo - 17/03/2025
- Inisiatif Wakaf Hutan, Dorong Kesejahteraan Warga di Sekitar Tanah Ulayat Kota Padang - 17/03/2025
Klikhijau.com – Baning coklat (Manouria emys) merupakan spesies kura-kura darat terbesar di Asia Tenggara. Keberadaannya memegang peran penting dalam keseimbangan ekosistem hutan.
Namun, seperti satwa liar pada umumnya, baning coklat juga tak lepas dari eksploitasi dan perdagangan ilegal. Akibatnya kelangsungan hidup satwa dari famili Testudinidae ini pun terancam.
Karenanya, kura-kura darat yang menyebar di Asia Selatan hingga ke Indonesia ini oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN) statusnya adalah Terancam Kepunahan (EN, Endangered) sejak tahun 2000. Bahkan CITES memasukkannya ke dalam Apendiks II.
Keterancaman baning coklat yang tinggi karena satwa ini biasa ditangkap untuk dimakan. Ukurannya yang besar dengan pergerakan yang lamban khas kura-kura menjadikannya mudah ditangkap.
Faktor lain semakin menyusutnya populasi satwa dari 0rdo Testudines ini adalah karena habitatnya semakin tergerus. Baik oleh permukiman manusia maupun oleh pembukaan lahan pertanian yang turut menekan ruang geraknya.
Tak sebatas itu saja, kura-kura darat ini diketahui juga diperjual belikan di pasar-pasar di Malaysia dan Thailand, juga menjadi komoditas perdagangan global atau internasional.
Mudah dikenali
Baning coklat dapat tumbuh hingga mencapai panjang tubuh 50-80 cm dengan berat mencapai 20-40 kg. Ia memiliki perisai punggungnya (karapas) tinggi melengkung. Keping vertebralnya kurang lebih sama lebar dengan keping kostal.
Panjang keping-keping vertebral juga kurang lebih sama; keping vertebral pertama mempunyai sisi sejajar, sedangkan keping vertebral kelima melebar ke arah belakang. Keping marginal (pinggir) di bagian depan dan di sekitar kaki belakang mendatar dan agak melengkung ke atas.
Baning coklat memiliki kaki yang besar menyerupai kaki gajah. Jari-jarinya tidak tampak jelas. Kaki belakangnya berkuku lima. Sementara kaki bagian depannya berkuku empat. Bentuknya meruncing. Sedangkan sisik-sisik pada kakinya menebal seperti perisai.
Habitat baning coklat
Kura-kura darat ini menjadikan wilayah-wilayah berhutan dan dataran sebagai rumah. Mereka menyukai tempat dengan ketinggian sedang.
Baning coklat menyukai area yang lembap, karenanya jangan heran jika menemukannya berendam di sungai berair dangkal atau bahkan mengubur dirinya di dalam tanah yang lembap.
Satwa ini menyukai tumbuh-tumbuhan sebagai makanan, meski begitu ia dapat memangsa siput, cacing, dan hewan-hewan kecil lainnya, khususnya baning coklat yang masih muda.
Dalam hal berkembang biak, satwa ini biasanya bertelur dua kali setahun. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 20–30 butir. Bentuk telurnya agak lonjong dengan ukuran 40 × 50 mm, bercangkang agak lunak menyerupai telur penyu.
Pada proses penetasan, telur-telur tersebut akan dipendam dalam suatu lubang sarang berdiameter sekitar setengah meter, dan akan menetas dalam 63 hingga 85 hari.
Hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkannya
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan hidup baning coklat di antaranya menjaga habitatnya, tidak memburu atau menangkapnya. Berhenti menjadikannya makanan dan komoditi yang bisa diperjual belikan.
Hal terpenting lainnya adalah kesadaran untuk tidak memeliharanya, seperti yang dilakukan oleh Ridlon Ansori, seorang warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri belum lama ini.
Ridlon dengan suka rela menyerahkan baning coklat peliharaannya kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim). Meski ia memperoleh kura-kura tersebut lewat pembelian daring pada tahun 2014.
Namun, setelah ia mengetahui bahwa spesies ini dilindungi oleh undang-undang. Ia pun dengan sukarela menyerahkan kedua satwa tersebut yang telah dipelihara selama 11 tahun kepada tim Matawali Kantor Seksi KSDA Wilayah (SKW) I Kediri.
Penyerahan sukarela satwa liar yang merupakan langkah kecil dengan dampak besar. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang sadar dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian satwa liar. Maka kehidupan satwa liar akan baik-baik saja.