Klikhijau.com – Dahulu, Tiongkok mengimpor lebih dari 2.000 juta ton limbah plastik yang bisa didaur ulang dari penjuru dunia. Ini artinya setara dengan 45% limbah plastik dunia.
Namun, sejak 2017 negeri tirai bambu menyetop impor. Hal ini berdampak pula terhadap negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Indonesia yang memiliki kebijakan tanpa impor menjadi terancam jadi tempat pembuangan limbah plastik.
Berdasarkan laporan Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) tertanggal 23 April 2019, tercatat bagaimana limbah plastik dari negara-negara maju dialihkan ke negara-negara berkembang pasca Tiongkok memberlakukan larangan impor dan pengolahan pada 2018.
Limbah plastik dari negara-negara industri terbukti telah mengubah tempat yang dulunya bersih menjadi tempat pembuangan yang beracun.
Dalam laporan GAIA juga menggunakan data dari Greenpece Asia Timur tentang perdagangan limbah global. Amerika Serikat, Inggris, jerman, dan Jepang tercatat dalam eksportir limbah terbesar.
Negara-negara dunia pertama memang senang limbah mereka didaur ulang, namun kenyataannya berakhir di negara-negara yang tidak mempunyai kapasitas mumpuni untuk menangani limbah.
Malaysia dan Thailand sudah memberlakukan pembatasan masuknya limbah plastik asing pada pertengahan 2018. Vietnam juga menerimanya sebelum membatasi impor.
Sedangkan Malaysia tidak akan menjadi tempat pembuangan sampah dunia, karena jika ada limbah asing yang masuk akan dikirim kembali ke asalnya.
Di Indonesia, salah satu tempat pembuangan limbah plastik berada di desa Sumengko, Gresik, Jawa Timur.
Para pemulung setempat memulungnya dengan menyingkirkan tumpukan sampah plastik kotor yang tak bisa didaur ulang.
Setelah itu, sampah tersebut mereka gunakan untuk bahan bakar dalam mengolah tahu.
GAIA juga menyatakan bahwa masuknya limbah plastik ke kawasan Asia Tenggara ini membuat lingkungan hidup menjadi terganggu.
Misalnya, polusinya membuat manusia terkena penyakit pernapasan karena menghirup asap beracun dari limbah ini.
Air jadi terkontaminasi, dan yang paling penting adanya bentuk kejahatan yang terorganisir terkait operasi daur ulang plastik ilegal yang tidak jelas prosedurnya.
Ditilik dari Permendag No. 31/2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempunyai wewenang memberi rekomendasi impor limbah plastik.
Faktanya, KLHK belum memberi isyarat lampu hijau atas permohonan izin dari Kementerian Perindustrian mengenai izin impor limbah plastik.
Namun, pada prinsipnya KLHK ingin memastikan bahwa impor ini tidak menambah timbunan sampah. Artinya, yang masuk bukan sampah plastik dan hasilnya diekspor tanpa ada sisa.
Hal ini sejalan dengan Pasal 29 Undang Undang No.8/2008 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa memasukkan sampah ke Indonesia dan mengimpor sampah adalah suatu tindakan terlarang. Bahkan sudah dimasukkan ke dalam ranah tindak pidana.
Seyogianya Pemerintah Republik Indonesia harus mencontohkan bahwa penegakan peraturan berlaku kepada semua orang, termasuk pada pemerintah itu sendiri.
Jangan sampai Indonesia jadi sarang empuk sampah asing, tak terbayang menjemukannya kan?