Ancaman Kepunahan Penyu Akibat Konsumsi Manusia

oleh -330 kali dilihat
Ancaman Kepunahan Penyu Akibat Konsumsi Manusia
Penyu - Foto/ zanteturtlecenter.com
Azwar Radhif

Klikhijau.com – Penyu merupakan penghuni lautan yang telah mengarungi samudera selama puluhan ribu tahun lalu. Sebagai penghuni lama, penyu telah memiliki keterikatan dengan alam.

Kehadiran penyu membantu kelestarian terumbu karang dan habitat ikan-ikan kecil di wilayah perairan. Di satu sisi, alam telah berperan menjaga telur-telur penyu dengan menetaskannya secara alamiah.

Penyu begitu terkenal sebagai hewan pengelana. Hidupnya selalu bermigrasi dari satu wilayah perairan ke wilayah lain untuk mencari makanan dan kehidupan baru.

Penyu Belimbing contohnya, diketahui mampu bermigrasi sepanjang 10.000km, dari batas pantai Papua tempat menetasnya telur penyu, hingga perairan dekat Florida. Perjalanan ini dilakukannya untuk mencari ruaya pakannya.

Fase kehidupan penyu terbilang cukup lama. Seekor penyu dewasa umumnya memiliki usia rerata 20-50 tahun. Di usia ini, penyu jantan telah mampu membuahi indukan penyu betina. Aktivitas perkawinan penyu dilakukan di lautan.

Ketika hendak melahirkan, indukan penyu segera bergerak menuju pantai berpasir untuk mengubur telur-telurnya.

Berbeda dengan hewan bertelur lainnya yang umumnya bertugas menjaga dan mengerengami telurnya, indukan penyu setelah mengeluarkan telur akan segera bergegas meninggalkan telurnya dan menitipkan sepenuhnya penetasan telur-telurnya kepada alam.

KLIK INI:  Mengenal Silvofishery dan Manfaatnya untuk Tambak Ramah Lingkungan

Di Sulawesi sendiri, data dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar mencatat sebanyak 63 area penetasan telur di sepanjang pantai Sulawesi. Area ini tersebar di 21 Kabupaten/Kota yang dikelola oleh 18 kelompok masyarakat.

Dari 6 jenis penyu yang menetap di kawasan laut Indonesia, 5 jenis diantaranya bertelur dan hidup di perairan Sulawesi. Diantaranya, Penyu Belimbing, Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Tempayan dan Penyuu Lekang.

Di selatan Pulau Sulawesi, terdapat beberapa wilayah pesisir pulau yang menjadi habitat perkembangbiakan penyu, seperti di Desa Wiringtasi Pinrang, Kepulauan Pangkep, Kepulauan Makassar, Pesisir Galesong Utara Takalar, dan Desa Bungaya Pulau Selayar.

Ancaman kehidupan bayi penyu

Indukan penyu mampu bertelur dengan banyak dalam sekali bertelurnya. Indukan mampu menghasilkan puluhan hingga ratusan telur dalam beberapa sarang alami yang dibuat untuk mengubur telur-telurnya.

Meski begitu, telur-telur penyu berada dalam ancaman alamiah dan ancaman manusia. Selama jauh dari jangkauan induk, telur-telur penyu ini acapkali menjadi mangsa alamiah bagi predator yang berburu di sekitar pesisir.

KLIK INI:  Indonesia Butuh Lebih Banyak Penelitian Tentang Dampak Plastik di Laut

Selain itu, ancaman lainnya adalah maraknya aktivitas perdagangan telur-telur penyu untuk konsumsi pribadi, baik yang dilakukan secara diam-diam maupun terang-terangan. BPSPL Makassar pada 2017 lalu menerima laporan adanya aktivitas perdagangan telur penyu di pasar Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar.

Dari hasil penelusuran Mongabay, ditemukan beberapa aktivitas perdagangan penyu di pesisir sumatera bagian utara. Kepadanya, penjual mengaku mampu menjual 1.000 butir dalam satu bulan. Telur-telur ini dijual dengan harga Rp. 15.000 perbutirnya.

Padahal, penyu dan telurnya bukan makanan yang baik bagi tubuh manusia. Telur penyu memiliki Kandungan polychlorinated biphenyl (PCB) yang sangat tinggi. Kandungan PCB menyebabkan cacat bagi manusia dan timbulnya berbagai jenis kanker di tubuh manusia.

Selain itu, telur penyu juga memiliki kadar kolesterol yang 20x lebih besar dari telur ayam pada umumnya. Kandungan kolesterol dapat menyebabkan penyakit jantung dan stroke.

Telur-telur penyu juga menerima ancaman perubahan iklim yang menyebabkan naiknya permukaan air laut. Serta, fenomena abrasi tepi pantai akibat aktivitas penambangan pasir laut.

KLIK INI:  Di Usia Setengah Abad, Abang Terancam Denda 5 Miliar karena Ini!
Daging Penyu bukan makanan
penyu
Dua orang sedang Menelusuri Jejak Penyu di Pulau Lantigiang/Foto-Asri

Meski mampu bertahan hingga menetas. Bahaya tak berhenti mengancam calon penyu dewasa ini. Rasio kehidupan tukik atau anakan penyu begitu kecil.

Selain karena perubahan suhu air laut yang kian memanas, faktor lainnya adalah aktivitas ekonomi manusia. Data dari WWF, ribuan penyu diketahui mati karena tertangkap secara tak sengaja oleh di kapal nelayan. Kerusakan ekosistem juga mengancam penyu seiring aktivitas desctructive fishing kian berlanjut, seperti pemboman pukat yang merusak terumbu karang dan membunuh penyu.

Penyu juga tak lepas dari ancaman manusia. Beberapa kasus ditemukan kebiasaan mengonsumsi daging penyu di sebagian masyarakat Indonesia. Seperti penuturan akun instagram milik @yogi_issigie yang postingannya sempat viral karena mendapati kebiasaan masyarakat Maluku Barat Daya yang mengonsumsi penyu berukuran dewasa.

Dalam postingannya, Yogi diceritakan kalau aktivitas konsumsi ini telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat setempat. Meskipun, awalnya hanya untuk ritual adat, kini telah menjadi bahan pangan konsumsi masyarakat.

Kritik demi kritik dilontarkan warganet seiring berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian penyu. Pertentangan antara konservasi penyu dan tradisi adat kerap terjadi di Indonesia khususnya.

Di Bali sebagai contoh, aktivitas pemanfaatan penyu dalam tradisi setempat telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Seperti konsumsi daging penyu untuk acara syukuran dan pembuatan cinderamata dari cangkang penyu.

Namun, seiring berkembangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian penyu. Konsumsi penyu perlahan digantikan dengan daging hewan lainnya seperti tuna, sapi hingga rumput laut dan pembuatan souvenir beralih ke bahan baku kayu (Eterna, et All, Jurnal IPB:2017.

Daging penyu memiliki kandungan sebenarnya berbahaya bagi tubuh manusia. Didalamnya tersimpan senyawa polutan Organik Persisten (POP) dan logam berat yg sangat berbahaya. Senyawa ini dapat menjadi penyebab kanker, liver, kerusakan sistem syaraf, dan gangguan sistem hormon endokrin yang mengancam nyawa manusia.

Untuk itu, kelestarian penyu bergantung pada niat baik yang dilakukan pemerintah bersama kelompok masyarakat untuk bahu membahu menciptakan kawasan konservasi di pesisir Indonesia. Juga perlunya edukasi bagi masyarakat yang masih melakukan eksploitasi pada hewan yang dilindungi ini.

KLIK INI:  Sambangi Banyuwangi, Erick Thohir Bersama Bank Mandiri Dukung EcoRanger