Klikhijau.com – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Sulawesi Selatan menggelar diskusi dan media briefing dalam rangka memperingati hari kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara yang jatuh pada hari ini (17/03/2021).
Kegiatan ini sekaligus sebagai perayaan hari perjuangan AMAN yang telah memasuki usia 22 tahun. Bertempat di Red Corner Pettarani Makassar, AMAN Sulsel selaku panitia kegiatan mengundang beberapa pembicara untuk mendiskusikan permasalahan yang hingga kini masih dialami masyarakat adat.
AMAN Sulsel yang diwakili oleh Sardi Razak selaku Ketua BPH AMAN Sulsel selaku pembicara menjelaskan hingga hari ini praktik perampasan ruang hidup masih kerap dialami oleh masyarakat adat. Sardi melihat pemerintahan hingga kini masih belum serius dalam menaruh perhatian pada kehidupan masyarakat adat.
“Masyarakat Adat hingga saat ini masih terus mengalami pengabaian hak-hak atas wilayah serta ruang hidupnya yang tidak terpisahkan. Berbagai kasus terus menerus menimpa masyarakat adat akibat ketidakhadiran Negara menjalankan mandat konstitusi, maupun peraturan perundangg-undangan terkait pengakuan dan pemenuhan hak masyarakat adat,” jelas Ketua AMAN Sulsel.
Sardi menyinggung beberapa praktik perampasan ruang hidup dan praktik kriminalisasi yang mendera masyarakat adat di Sulawesi Selatan dalam beberapa tahun terakhir.
“Berbagai kasus yang dialami masyarakat adat di Sulawesi Selatan di antaranya konflik izin tambang dan hutan lindung di wilayah Adat Barambang Katute, penangkapan masyarakat adat Soppeng Turungan yang mengelola kebun sendiri serta kriminalisasi terhadap 6 masyarakat adat Matteko yang melakukan kerja bakti. Hal tersebut masih menunjukkan adanya ancaman yang besar bagi masyarakat adat di wilayahnya sendiri,” lanjut Sardi.
Padahal, berdasarkan pemaparan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan, terdapat 82 Komunitas Masyarakat Adat yang tersebar di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan. Adapun luas wilayah adat yang telah dipetakan sebesar 467,598.43 Ha.
AMAN Sulsel juga mengapresiasi kehadiran 6 Peraturan Daerah tentang penjaminan hak masyarakat adat di Sulawesi Selatan yang telah sedikit memberi kepastian hukum bagi kehidupan masyarakat adat setempat. Beberapa Perda daerah diantaranya Perda Pemerintah Kabupaten Bulukumba, Enrekang, Luwu, Sinjai, Toraja Utara dan Luwu Utara.
Kehadiran 6 Perda ini sedikit banyak telah menjadi kekuatan hukum bagi 11 komunitas masyarakat adat yang hidup di dua daerah, yaitu masyarakat Kajang di Kabupaten Bulukumba dan 10 Komunitas Adat di Kabupaten Enrekang. 11 Komunitas adat ini mendiami sekitar 40.968 hektare wilayah adat.
Meski begitu, AMAN Sulsel juga mengharapkan hadirnya pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat yang sejak tahun 2013 telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Hingga kini, nasib dari RUU ini semakin tak jelas. Padahal bagi AMAN, kehadiran RUU ini bisa menjadi pegangan bagi ketentraman hidup masyarakat adat yang semakin terancam pasca pengesahan beberapa peraturan pro-investasi lainnya.
“Dengan adanya Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat, diharapkan mampu menjadi jembatan penyelesaian regulasi sektoral demi mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya,” tegas Sardi.
Upaya perjuangan AMAN Sulsel juga diapresiasi oleh Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Hasdullah yang juga hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini.
Andi Hasdullah menyambut baik niat AMAN untuk mendorong UU Masyarakat Adat sebagai bentuk penjaminan hidup bagi masyarakat adat. Meski begitu, dirinya berharap pemerintah daerah juga melirik pemberian perda bagi masyarakat adat.
Baginya, pemda Kabupaten/Kota selaku ruang terkecil dalam strata pemerintahan daerah diberi wewenang mengelola tanah negara, yang di dalamnya terdapat kawasan hutan adat untuk diberikan sertifikasi tanah adat melalui Peraturan Daerah. Ini dianggap sebagai bentuk pengakuan negara pada kehidupan masyarakat adat.
“hutan negara yang ada masyarakat adat didalamnya seharusnya diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan perda kawasan hutan adat sekaligus menjamin hak-hak bagi kehidupan masyarakat adat,” jelas Kepada Dinas PLH Sulsel ini.