Alih Fungsi Lahan, Ancaman Krisis Pangan dan Pertanian Berkelanjutan

oleh -681 kali dilihat
Alih Fungsi Lahan, Ancaman Krisis Pangan dan Pertanian Berkelanjutan
Ilustrasi - Foto/Moeslim Choice
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Alih fungsi lahan pertanian seperti drama kolosal berseri. Berjalanlah ke mana-mana, tak di pedalaman apatahlagi di kota – sawah-sawah ditanami beton. Rumah-rumah berjejal melengserkan area sawah perlahan. Belum lagi ekspansi bangunan perumahan yang seolah tiada peduli dengan area persawahan.

Lahan pertanian yang berkurang tentu berdampak pada penurunan produksi. Nyatanya, kita dalam ancaman krisis pangan.

Lembaga pangan dunia-FAO (Food and Agriculture Organization) bahkan sudah memperingatkan kemungkinan adanya kelangkaan pangan terutama di musim pandemi.

Melansir data BPS 2019, melalui data yang diambil citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA), luas lahan baku sawah di Indonesia saat ini menjadi 7,4 juta hektare. Padahal luasan sebelumnya  mengacu data BPS 2013 masih mencapai 7,75 juta hektare. Ini artinya, terjadi defisit drastis pada lahan pertanian kita akibat alih fungsi lahan.

BPS menyarankan agar alih fungsi lahan segera dihentikan, tentu melalui suatu policy yang kuat. Diantaranya dengan memberikan insentif pada petani yang tidak mengalihfungsikan lahan pertanian mereka.

KLIK INI:  Hujan Es, Peristiwa yang Lazim di Musim Pancaroba?

Dalam situasi menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, seperti kawasan industri terpadu, ekspansi industri manufaktur dan ekstraktif, sektor industri properti hingga megaproyek infrastruktur, ada pula wacana pembukaan lahan baru.

Situasi ini tentu mengancam keberadaan zona vegetasi alami. Area hutan akan terancam dialih fungsikan menjadi lahan pertanian baru.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, sudah mewanti-wanti kemungkinan ini. “Banyak Negara berusaha mengembangkan lahan yang subur untuk tanaman pangan. Namun, praktik pertanian di zona ekologis yang rentan harus dikelola dengan baik ketika itu tidak dapat dihindari,” tegas Siti Nurbaya Dikutip Klikhijau, 8 Juni 2020.

Oleh sebab itu, Menteri Siti menegaskan pentingnya pendekatan dan pemenuhan syarat budaya, syarat manajemen dan syarat konservasi untuk dipraktikkan dalam pembangunan pertanian berkelanjutan.

KLIK INI:  Ilmuan Indonesia Duduki Posisi Penting di IPCC: Harapkan Aksi Iklim Lebih Cepat
Paradoks pembangunan

Upaya mempertahankan lahan pertanian atau membiarkan prospek pembangunan dan investasi akhirnya menjadi hal yang paradoks. Sejauh ini, visi investasi memang kadang tak mempedulikan dimensi keberlanjutan sumber daya.

Pakar Pertanian dari Universitas Islam Makassar (UIM), Dr. Suardi Bakri MP, melihat upaya memaksimalkan produksi pertanian harus menyelesaikan masalah substansi yakni ancaman alih fungsi lahan.

Menurutnya, konsep pertanian berkelanjutan harus menjadi suatu paradigma bersama. Katanya, Undang-Undang terkait dengan pertanian berkelanjutan sudah lama ada.

“Tahun 2009 pemerintah sudah menetapkan UU No. 41 terkait perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Lalu diikuti dengan UU No. 22 Tahun 2019  tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Kedua UU ini menunjukkan adanya komitmen secara de jure pemerintah,” kata Suardi.

alih fungsi lahan
Dr. Ir. Suardi Bakri, MP (Pakar Pertanian Universitas Islam Makassar)
KLIK INI:  Setengah Abad Hari Bumi Tanpa Kesadaran Kolektif

Walau begitu, lanjut Suardi, pelaksanaan kedua UU ini kadang masih terhambat di tingkat bawah, utamanya dintingkat kabupaten.

“Banyak kabupaten belum menyusun apalagi memberlakukan Peraturan Daerah terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) misalnya. Sehingga alih fungsi lahan-lahan produktif tidak terbendung,” ungkapnya.

Suardi Bakri mencontohkan, ada banyak sawah beririgasi yang kemudian dikonversi menjadi lahan bangunan perkantoran maupun perumahan.

Dengan demikian, memang dibutuhkan upaya-upaya khusus yang lain, misalnya mengkampanyekan sistem pertanian yang tidak terlalu menggunakan lahan sebagai media utama.

“Maka pertanian yang memanfaatkan lahan se-efisien mungkin juga layak didukung. Tarulah dengan sistem pertanian hidroponik, aeroponik, pertanian vertikal dan lainnya. Demikian halnya dengan sistem Budidaya. Budidaya harus dilakukan dengan ramah lingkungan, pengurangan penggunaan zat zat kimia dan adaptif terhadap perubahan iklim,” jelas Suardi.

KLIK INI:  3 Penyebab Utama Kerusakan Hutan yang Penting Diketahui

Intinya, sistem Budidaya hendaknya memperhatikan daya dukung ekosistem, mitigasi, dan adaptasi perubahan iklim, serta kelestarian lingkungan guna mewujudkan.

“Jika kedua aspek ini diperhatikan, yaitu pemanfaatan lahan dan budidaya, maka sistem Pertanian yang maju, efisien, tangguh, dan berkelanjutan dapat kita wujudkan,” pungkas Suardi.

Di balik ancaman perubahan iklim

Di lain sisi, upaya peningkatan produksi pertanian terkena dampak perubahan iklim. Tidak saja musim panas dan musim hujan yang tak menentu, petani juga menghadapi serangan massif hama tanaman.

Kemunculan hama merupakan satu dampak perubahan alam dan cuaca. Situsi ini membuat banyak petani menggunakan pestisida kimia demi memperoleh hasil instan. Dampaknya tentu pada ekosistem lingkungan.

KLIK INI:  Ada Ketidakadilan Investasi Energi Hijau Antar Negara Maju dan Berkembang?

Sayangnya, petani yang menggarap lahan kecil, seolah tidak bisa lepas dari ketergantungan pestisida karena mereka pun sedang mengejar target produksi. Belum lagi, tingginya biaya produksi pertanian yang harus ditebus dengan hasil panen misalnya.

Berdasarkan penelitian FAO, sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang menyumbangkan emisi karena dapat meningkatkan temperatur udara antara 1 hingga 2 derajat celcius.

FAO merekomendasikan konsep petanian berkelanjutan untuk menghubungkan antara masalah ketahanan pangan dengan wacana perubahan iklim. Pertanian berkelanjutan dipandang FAO sebagai upaya mitigasi penting yang dapat menurunkan emisi karbon.

Bagaimana rumusannya lebih teknis? Semua pihak harus bersinergi untuk suatu suatu desain komprehensif menjalankan pembangunan yang dapat menghindari alih fungsi lahan. Di sisi lain, mendorong pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan.

KLIK INI:  Duka dari Hutan Hujan Amazon, Deforestasi Capai Rekor Baru