Klikhijau.com – Sungai Brantas salah satu sumber air utama di Jawa Timur, kini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Pencemaran yang semakin meluas akibat limbah industri dan sampah plastik telah merusak ekosistem sungai ini.
Aktivis lingkungan dari Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton Foundation) menggelar aksi teatrikal di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada 2 September lalu, untuk menuntut tindakan tegas dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dalam aksinya, sebanyak 30 orang aktivis mendesak Pemprov Jatim untuk segera mengawasi ketat industri pencemar di sepanjang Sungai Brantas dan memulai rehabilitasi ekosistem sungai yang sudah rusak.
Alaika Rahmatullah, koordinator aksi, menegaskan bahwa pencemaran ini semakin parah setelah ditemukannya ikan yang “munggut” atau mabuk akibat limbah industri di Wonokromo. Kondisi ini menambah deretan kasus pencemaran yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Pemerintah dianggap gagal dalam mengawasi pembuangan limbah di Sungai Brantas. Berdasarkan temuan Ecoton pada tahun 2024, setidaknya 10 industri membuang limbah mereka tanpa melalui pengolahan yang layak. Hal ini menyebabkan kerusakan ekosistem sungai, termasuk ikan-ikan yang menjadi korban dari pencemaran tersebut.
“Kami menemukan kandungan besi (Fe) sebesar 88,25 ppm dan TDS mencapai 28.500 ppm di Kali Surabaya, anak dari Sungai Brantas. Ini jelas berbahaya bagi kesehatan manusia dan biota sungai,” ujar Alaika.
Pencemaran yang tidak tertangani ini memperlihatkan lemahnya penegakan hukum terhadap industri pencemar. Bahkan, meski pencemaran yang terjadi telah berulang kali dilaporkan, belum ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan hal ini. Kondisi ini juga mengancam kesehatan masyarakat yang bergantung pada air dari sungai ini sebagai bahan baku air minum PDAM.
Kepunahan Ikan Mengancam Keberlanjutan Ekosistem
Masalah pencemaran Sungai Brantas juga berkontribusi pada laju kepunahan ikan air tawar di Indonesia. Menurut laporan dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2023, Indonesia menjadi negara dengan laju kepunahan ikan tercepat kedua di dunia, setelah Filipina. Sekitar 35% spesies ikan air tawar di Indonesia, termasuk di Sungai Brantas, terancam punah akibat pencemaran limbah industri dan domestik.
Data sensus ikan yang dilakukan oleh Ecoton pada tahun 2023 di Kali Surabaya menemukan bahwa jumlah spesies ikan lokal telah menurun drastis. Penurunan ini berbanding lurus dengan tingkat pencemaran yang terus meningkat.
Mikroplastik yang ditemukan dalam tubuh ikan semakin memperburuk situasi, dengan 90% ikan di Sungai Brantas telah terkontaminasi mikroplastik. Limbah cair pabrik, popok, dan plastik sekali pakai merupakan kontributor utama pencemaran ini.
Dampak Pencemaran Plastik di Sungai Brantas
Sungai Brantas kini juga menjadi tempat pembuangan 1,5 juta popok setiap harinya. Sampah plastik dan popok sekali pakai yang mencemari sungai ini tidak hanya mengganggu ekosistem, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia.
Mikroplastik dan senyawa kimia berbahaya dari limbah cair pabrik dapat merusak metabolisme tubuh manusia dan memicu penyakit serius seperti kanker dan gangguan kardiovaskular.
Menurut Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium Ecoton, senyawa kimia dari limbah cair pabrik bahkan bisa menyebabkan masalah reproduksi pada ikan, termasuk intersex dan penurunan populasi ikan.
Melihat kondisi yang semakin kritis, Ecoton meminta agar Gubernur Jawa Timur dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera melakukan pemulihan ekosistem Sungai Brantas.
Putusan Mahkamah Agung (MA) pada April 2024 mengharuskan Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR untuk melaksanakan sejumlah langkah konkret, termasuk pemasangan CCTV dan alat pemantau kualitas air di setiap outlet pembuangan limbah industri serta membentuk satgas pemantau pencemaran sungai.
Langkah-langkah tersebut menurut pihak Ecoton harus segera diimplementasikan untuk menyelamatkan Sungai Brantas dari kehancuran lebih lanjut.
Prigi Arisandi, pendiri Ecoton, menegaskan bahwa pemulihan Sungai Brantas bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan dunia usaha untuk menjaga keberlanjutan ekosistem sungai ini.
Para aktivis menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus bertindak tegas dalam mengawasi industri-industri yang mencemari Sungai Brantas. Jika tidak ada langkah nyata dalam pemulihan ekosistem sungai ini, kerusakan disebut akan lebih besar akan terus terjadi, mengancam keberlangsungan ekosistem dan kesehatan masyarakat.
Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk memastikan bahwa Sungai Brantas dapat kembali menjadi sumber kehidupan yang lestari.