Air Galon Sekali Pakai, Inovasi atau Invasi Sampah Plastik Gaya Baru?

oleh -1,625 kali dilihat
Air Galon Sekali Pakai, Inovasi atau Invasi Sampah Plastik Gaya Baru?
Ilustrasi air galon - Foto/Netralnews
Anis Kurniawan

Klikhijau.com – Sejumlah produsen air minum belakangan ini merilis produk air minum kemasan dalam bentuk Galon Sekali Pakai (GSP). Produsen melihat ini sebagai satu inovasi, karena selain efisien dalam distribusi ke konsumen, juga diklaim lebih aman dikonsumsi.

Sejumlah kritik tajam bermunculan di balik inovasi ini karena berpotensi menambah beban sampah plastik. Pihak yang paling keras mengajukan protes adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang mengatakan, penggunaan galon sekali pakai akan memperburuk masalah sampah plastik dalam masyarakat.

“Kami justru meminta perusahaan mengurangi sampah plastik untuk bahan pangan, khususnya air minum kemasan sekali pakai, karena itu akan sangat membebani bumi. Plastik tidak bisa terurai. Bukan justru memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kami tidak mendukung produk kemasan semacam itu,” ucap Sularsi Dilansir Republika 10 Mei 2020.

Kata Sularsi, secara bisnis bisnis atau marketing, perusahaan memang ingin melakukan sebuah inovasi baru dengan menciptakan kemasan baru, tapi dari sisi lingkungan, YLKI secara tegas tidak mendukungnya.

Alasannya, model seperti ini, lanjut Sularsi, seolah melimpahkan tanggungjawab untuk mengolah sampah plastik pada masyarakat. Padahal, seharusnya, industrilah yang bertanggung jawab untuk menarik kembali kemasan plastik sekali pakai yang diproduksinya.

KLIK INI:  Ecobrick dari Russel Maier Hingga ke MA GUPPI Kindang

Selain itu, industri tersebut juga harus mengedukasi masyarakat tentang cara memperlakukan kemasan plastik sekali pakai agar menjadi beban lingkungan.

“Yang perlu diawasi adalah bagian hulunya. Masalah sampah plastik ini tidak akan pernah selesai kalau hulunya tidak diawasi. Jangan sampai kehadiran air kemasan galon sekali pakai ini malah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Jadi perlu ada kebijakan yang diambil untuk itu,” ucap Sularsi.

Sularsi menambahkan negara seharusnya punya kebijakan bagaimana untuk mengurangi sampah plastik ini. Negara punya tanggung jawab di hulunya atau industrinya dengan mengatur kewajiban mereka untuk mengambil kembali kemasan itu dan bagaimana mekanismenya.

Tanggungjawab daur ulang bukan di konsumen

YLKI menegaskan bahwa tanggung jawab mendaur ulang itu bukan di tangan konsumen, tapi pada perusahaan.

Industri pangan, khususnya berbahan plastik sekali pakai semestinya memiliki cara bagaimana memusnahkan bahan-bahan plastik sekali pakai dan juga punya tanggung jawab untuk mendaur ulang kemasan yang diproduksinya.

KLIK INI:  5 Pesan Metaforik Perihal Sampah dan Foto Menawan yang Menyertainya

“Konsumen kan membeli isinya bukan kemasan. Lalu kemasannya itu untuk apa? Makanya industri pangan harus punya tanggung jawab untuk ’recycle’ kemasan itu,” tegas Sulastri.

Kritik pedas juga disampaikan Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi. Ia mengatakan, produk GSP itu jelas sebuah masalah baru mengingat dampak pada lingkungan yang selama ini ditimbulkan. Juga tidak sejalan dengan target pemerintah mengurangi sampah di laut sebesar 70 persen pada 2025.

“Produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target ini,” katanya.

Atha merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu, seharusnya sektor industri mulai berbenah bagaimana mereka dapat menyusun rencana strategis dalam mengurangi timbulan sampah mereka.

“Bukan malah meningkatkan produksi kemasan produk sekali pakai. Selama dalam kemasan sekali pakai, masalah kita tentu akan semakin besar,” katanya.

Menurut Atha, saat ini belum ada keseriusan peraturan dalam menyasar hulu dari permasalahan plastik sekali pakai di Indonesia.

KLIK INI:  Google Potong Adsense untuk Konten Anti-krisis Iklim
Masyarakat sudah akrab dengan galon isi ulang

“Seharusnya bisnis dengan model ‘refill’ dan ‘reuse’ yang sekarang harus mulai banyak diujicobakan dan diperbesar skalanya dibandingkan mengeluarkan produk sekali pakai yang baru,” ungkap Atha.

Menurutnya, konsumen di Indonesia telah mengenal galon yang bisa diisi ulang selama lebih dari 35 tahun dan telah terjamin keamanannya karena mendapatkan izin BPOM.

Kemasan galon model yang bisa digunakan kembali telah digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia baik di rumah, kantor, restoran, bahkan di fasilitas kesehatan.

Galon model yang dikenal selama ini ada dinilai lebih ramah lingkungan karena setelah dikonsumsi konsumen akan diambil kembali oleh produsen, dibawa ke pabrik untuk dibersihkan, dan diisi kembali dengan air minum baru yang bersih dan higienis.

Guru besar Institute Pertanian Bogor (IPB), Prof Ir Ahmad Sulaeman PhD juga tidak sepakat dengan penggunaan GSP karena dampak lingkungannya lebih besar.

KLIK INI:  Bahaya, Limbah Plastik Dunia Mengancam Indonesia

Menurut Profesor Ahmad, galon isi ulang yang selama ini dipakai sudah sangat bagus dan telah memenuhi standar aman dikonsumsi. Pernyataan ini sebagai respon atas klaim segelintir produsen yang menganggap bahwa galon sekali pakai lebih aman.

“Langkah perusahaan produsen air galon sekali pakai itu kontradiksi dengan kebijakan pemerintah yang justru sedang berupaya mengurangi limbah plastik, seperti penggunaan tumbler di sekolah, kampus, kantor, hotel-hotel, yang tidak lagi menyediakan air minum dalam kemasan,” ujarnya pada sebuah wawancara yang dilansir Akuratnews, 9 Mei 2020.

Menanti langkah tegas pemerintah

Terkait hal ini, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan komunikasi dengan para produsen air kemasan terkait.

“Jika ada produsen makanan dan minuman seperti Cleo dan Le Minerale ini, yang mendorong pemakaian kemasan galon sekali pakai, kita akan berbicara lagi dengan industry itu untuk meminta bagaimana produsen itu bisa melaksanakan Peraturan Menteri LHK dan tidak menambah beban persoalan sampah plastik di Indonesia,” tegasnya.

Kata Vivien, KLHK akan memastikan mereka harus memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan pengolahan sampah. Yaitu, untuk menarik kembali kemasan galon tersebut setelah dipakai konsumen untuk mereka daur ulang.

Kita menanti langkah tegas pemerintah, demi merawat konsistensi menyuarakan pengurangan beban sampah plastik dengan diet plastik sekali pakai.

KLIK INI:  Kabar Buruk Tentang Tempat Sampah “Jadi-Jadian” di Makassar