5 Kisah Haru di Balik Kehidupan Keluarga Pemulung

oleh -1,733 kali dilihat
Foto relawan WCD 2019 yang membersihkan sampah plastik di pantai Losari, foto: Ist
Anis Kurniawan

Klikhijau – Di kota-kota besar, hiduplah para pemulung yang menghabiskan waktunya di jalanan atau di tempat sampah. Keras kehidupan! Begitulah, banyak orang terpaksa hidup dengan mengandalkan kemampuan fisik.

Tidak sedikit orang melewati hidupnya dengan memulung, mereka bertahan hidup dan tetap berjuang meraih impiannya walau terpaksa berkubang dengan kotoran.

Banyak kisah haru dalam kehidupan keluarga pemulung itu. Ada yang sukses dan telaten mengumpulkan uang hasil kerja kerasnya, karena kesabarannya yang tinggi. Tetapi, tidak sedikit yang tetap merawat optimisme demi kehidupan yang lebih baik.

Kisah-kisah demikian tentu mengharukan sekaligus menginspirasi. Berikut ini, Klikhijau merangkum 5 kisah haru di balik kehidupan keluarga pemulung.

KLIK INI:  Dari Mana ke Mana?
 

Kisah janda pemulung yang sukses kuliahkan dua anaknya

Namanya Ketrina Lotkeri, janda 67 tahun yang tinggal di sebuah lorong sempit di Kawasan Rumah Tingkat Kudamati Kota Ambon ini menjadi viral di awal tahun 2013. Yah, Ketrina adalah seorang pemulung yang sehari-hari bekerja mencari botol-botol plastik tanpa alas kaki.

Walau usianya sudah senja dengan fisik yang mulai lemah, Ketrina selalu bersemangat memulung di tengah kota Ambon. Selain demi kebutuhan makan keluarganya, Ketrina ternyata menyekolahkan dua anaknya hingga ke perguruan tinggi.

Dua anaknya ialah Herudia Lotkeri, saat ini tinggal diwisuda di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ambon, dan Natalia Lotkeri, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon.

Bagi Ketrina, anak-anaknya bagaikan mutiara sehingga ia tetap berjuang mencari uang agar mereka lulus mendapat gelar sarjana, sama seperti anak-anak lainnya.

“Saya banting tulang, bekerja seperti ini agar anak-anak bisa jadi orang, paling tidak bisa jadi sarjana seperti orang lainnya, mereka kebanggaanku. Saya rela tidak makan yang penting mereka tetap kuliah,” tutur Ketrina dilansir Kompas.

KLIK INI:  Pupuk Organik dari Rumen Kambing Ala Pak Salirin di Brebes

Pemulung dengan puluhan juta tabungan

Pada Maret 2019, kita dikejutkan dengan berita sebuah rumah keluarga pemulung yang ternyata memiliki uang puluhan juta dan simpanan emas. Keluarga Sutarman (62), warga Dusun Tawangrejo, Desa Keseneg, Purworejo dikenal bekerja sebagai pemulung. Kondisi hidupnya menyedihkan karena rumahnya hanya terbuat dari anyaman  bambu berukuran 2,5 x 6 meter. Tampak kumuh dan penuh rongsokan.

Prihatin dengan kondisi keluarga ini, pihak desa pun mengambil inisiatif melakukan pembersihan rumah. Rencananya akan dibangunkan ulang rumah yang layak. Tak disangka, pada saat pembersihan ditemukan uang tunai lebih dari Rp 35 juta. Tabungan berisi saldo Rp 8 juta dan emas 22,5 gram.

Walau pihak desa bersama pihak keamanan menemukan sejumlah uang di rumah keluarga Sutarman, rumahnya akan tetap dibersihkan dan diperbaiki. Pihak desa berharap, uang Sutarman dapat digunakan untuk kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak-anaknya.

Diketahui, Sutarman hidup bersama istrinya Sutiyem (63) dan kedua anaknya Linda Permaisuri (18) dan Handoko Prabowo (14). Setiap harinya, satu keluarga ini berangkat memulung dari pagi hingga sore hari bahkan terkadang hingga larut malam.

KLIK INI:  8 Penyebab Terjadinya Tanah Longsor dan Banjir Bandang, Poin Terakhir Patut Diwapadai!

Kisah Inaq Sahnun, Pemulung yang menabung untuk berkurban sapi

Medio 2019 ini, kabar dari Inaq Sahnun sangat menginspirasi banyak orang. Betapa tidak, perempuan yang berprofesi sebagai pemulung ini berhasil mewujudkan impiannya untuk berkurban sapi pada Idul Adha 1440 Hijriah lalu.

Inaq berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp 10 juta yang dikumpulkannya selama lima tahun. Setiap hari, Inaq sangat familiar bagi warga kota Mataram, ia kerap dijumpai mengumpulkan botol bekas dan sampah plastik. Lalu dijualnya ke pengepul.

“Dalam seminggu saya bisa menjual botol bekas dan sampah plastik Rp 10 ribu, kadang Rp 20 ribu bahkan hingga Rp 50 ribu,” katanya seperti dilansir Antara Selasa 30 Juli 2019.

KLIK INI:  Bahaya Bagi Kesehatan dan Lingkungan, Jadi Berhentimaki’ Bakar Sampahta’!

Budiono, pemulung yang hidup di kolong jembatan Ibukota

Sulit membayangkan bagaimana Budiono dan keluarganya dapat bertahan hidup di bawah kolong flyover Slipi Jakarta Barat. Tetapi, itulah faktanya.  Bermodalkan ijazah SD, Budiono nekat merantau ke Jakarta di tahun 1990-an.

Di tengah kehidupannya yang berat, Budiono tetap optimis kelak dapat bernasib lebih baik. Sehari-hari ia memulung dengan pendapatan antara Rp. 50 ribu hingga Rp. 100 ribu per harinya. Budiono menghidupi istri dan anaknya yang sudah sekolah.

Kehidupan Jakarta yang berat membuatnya terbiasa hidup serba terbatas. Tetapi, impiannya luar biasa, ia terus ingin bekerja demi anaknya. Dilansir Kompas, Budiono bertutur: “Saya nggak mau anak saya tinggal di jalan begini, saya mau anak saya lebih sukses dari saya. Sekolah yang tinggi, saya akan usahakan,” katanya.

KLIK INI:  Akibat Plastik Sekali Pakai, Manusia Konsumsi 70 ribu Partikel Plastik Per Tahun

Nur Safitri, anak keluarga pemulung yang diundang ke Moskow

Pada awal Agustus 2019 lalu, ada kabar menggembirakan bagi keluarga pemulung di Bantargebang. Yah, seorang anak pemulung bernama Nur Safitri diundang ke Moskow menghadiri festival Indonesia yang digelar sumbangan dari Himpunan Persaudaraan Islam Indonesia (HPPI).

Dilasir Tempo, filantropis Siylvia RY Jenkins, yang membawa Fitri ke Moskow untuk mengikuti Festival Indonesia menyatakan, mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas Jayabaya itu merupakan satu dari delapan remaja binaannya yang sehari-hari mengandalkan kehidupan dari memulung sampah di Bantargebang.

“Fitri kuliah. Tapi masih membantu ibunya memulung pada hari libur,” kata Sylvia.

Dia sengaja mengajak Fitri ke Moskow untuk membangkitkan mental anak-anak Bantagebang agar mau melihat bahwa dunia di luar mereka itu luas dan beragam serta ada banyak jalan untuk mengubah nasib.