13 Tanaman Indonesia yang Potensial jadi BBN untuk Atasi Krisis Iklim

oleh -155 kali dilihat
Perlu Perpanjangan dan Penguatan Moratorium Sawit Demi Pencapaian Komitmen Iklim
Kelapa sawit-/foto/ astra-agro

 

Klikhijau.com – Bumi sedang tidak baik-baik saja. Banyak hal yang melukainya. Krisis iklim adalah salah satunya.

Penyebab lahirnya krisis iklim cukup banyak. Penggunaan bahan bakar energi fosil misalnya.  Namun, meski begitu banyak negara merasa enggan meninggalkan bahan bakar fosil, termasuk indonesia.

Bahan bakar yang masuk dalam kategori bahan bakar fosil di antaranya  pasir tar batu bara, minyak bumi, gas alam, minyak berat, dan minyak serpih, bitumen.

Bahan bakar fosil adalah  bahan yang mengandung hidrokarbon asal biologis. Energi ini ditemukan di dalam kerak bumi lalu dimanfaatkan sebagai sumber energi.

KLIK INI:  Mengurai 4 Indikator Perubahan Iklim yang Alami Kesuraman

Permasalahan penggunaan energi fosil bukan hanya merusak lingkungan dan menyebabkan krisis iklim. Namun, juga memiliki keterbatasan bahan baku.

Bahan bakar ini biar bagaimana pun banyaknya, jika terus digerus akan habis jua. Apalagi proses pembentukannya memakan waktu yang lama, karena terbentuk sejak jutaan bahkan miliaran tahun lampau.

Artinya proses penyediaan bahan baku tidak akan tersedia secepatnya. Sehingga rela tidak rela memang harus beralih ke bahan bakar yang bahan bakunya bisa berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan.

Meski banyak negara masih setengah hati meninggalkan bahan bakar fosil, tidak sedikit pula yang mulai memanfaatkan bahan bakar non fosil.

Indonesia misalnya,  meski belum meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mulai gencar menggalakkan Program Mandatori BBN. Program itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN sebagai Bahan Bakar Lain sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2015.

Untuk melancarkan pelaksanaan program tersebut, Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan (2015) telah menentukan tujuh kriteria jenis tanaman yang potensial untuk diproduksi menjadi BBN di Indonesia.

KLIK INI:  Sampah Plastik, Mutiara Berharga yang Terabaikan
  1. Bahan pangan yang sudah surplus.
  2. Produktivitas tanaman.
  3. Rendemen BBN.
  4. Tanaman energi multiguna
  5. Kesiapan pengembangan tanaman.
  6. Kebijakan pemerintah.
  7. Lahan tidak bersaing dengan tanaman pangan atau kemudahan tumbuh di lahan marginal.

Nah, merujuk pada  tujuh kriteria dan produk tersebut Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan menyebut ada 13 tanaman di Indonesia yang berpotensi  dimanfaatkan   memproduksi bioetanol dan biodiesel, yakni:

KLIK INI:  Mengatasi Ancaman Mikroplastik di Laut dengan Robot Ikan
  • Jarak pagar

Produktivitas tanaman jarak pagar 5 hingga 10 ton/ha/tahun. Rendemen tanaman ini untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 1.892 biodiesel/ha. Di Indonesia tanaman ini termasuk tanaman non pangan

  • Nyamplung

Sama seperti jarak pagar, nyamplung juga bukan tanaman non pangan. Produktivitas tanaman ini dalam setahun cukup tinggi, yakni 20 ton/ha/tahun. Rendemen tanaman untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 2.200 biodiesel/ha.

  • Kemiri sunan

Kemiri sunan di Indonesia termasuk tanaman non pangan. Produktivitas kemiri sunan dalam setahun bisa mencapai 15 ton/ha. Sementara Rendemen tanaman non pangan ini untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 6.000 biodiesel/ha.

KLIK INI:  Pasangan Romantis Bisa Atasi Perubahan Iklim dengan Cara Lebih Pribadi
  •   Kelapa sawit

Tananam ini adalah jenis tanaman yang sudah surplus di Indonesia untuk memenuhi bangan pangan. Dalam setahun produktivitas kelapa sawit 24 ton/ha dengan rendemen  untuk diolah  jadi biodiesel sebesar 5.950 biodiesel/ha.

  •  Kelapa

Tanaman ini termasuk tanaman yang juga  sudah surplus di Indonesia untuk memenuhi bangan pangan. Produktivitasnya adalah 1,2 hingga 7,5 ton/ha dalam setahun. Rendemennya  untuk dimanfaatkan menjadi biodiesel yakni sebesar 2.689 biodiesel/ha.

  • Pongamia

Tanaman ini adalah tanaman non pangan di Indonesia. ia memiliki produktivitas  7 sampai 29 ton/ha/tahun. Rendemennya untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 3.600 hingga 5.000 biodiesel/ha.

KLIK INI:  Klaim Penurunan Emisi Harus Bermuara pada Net-zero tanpa Bahan Bakar Fosil
  • Tebu

Tebu di Indonesia masuk ke dalam hitungan tanaman pangan yang belum surplus. Produktivitasnya dalam setahun sebesar 75 hingga 95 ton/ha. Untuk rendemennya  sebagai bahan olahan  bioetanol sebesar 5.000 hingga 6.000 bioetanol/ha.

  • Ubi kayu atau singkong

Dalam setahun produktivitas ubi kayu 30-40 ton/ha. Meski begitu, tanaman ini   termasuk tanaman pangan yang belum surplus.  Rendemennya jika ingin diolah menjadi bioetanol sebesar 4.500 bioetanol/ha.

  • Sagu

Sagu di Indonesia merupakan tanaman pangan surplus. Produksi sagu 25 t/ha/tahun. Rendemen jagung yang diolah menjadi bioetanol adalah 4.000-5.000 bioetanol/ha.

  • Sorgum

Di Indonesia sorgum merupakan tanaman non pangan. Hasil sorgum 30-50 t/ha/tahun. Rendemen dari pengolahan sorgum menjadi bioetanol adalah 5.000-6.000 bioetanol/ha.

KLIK INI:  Bencana Karena Krisis Iklim Terjadi Setiap Pekan, Ini Imbauan PBB!
  • Aren

Aren di Indonesia merupakan tanaman pangan yang belum surplus. Hasil aren 80 t/ha/tahun. Rendemen pengolahan tebu menjadi bioetanol adalah 11.428 bioetanol/ha.

  • Jagung

Di Indonesia jagung merupakan tanaman pangan yang belum mengalami surplus. Hasil jagung 8-14 ton/ha/tahun. Rendemen jagung yang diolah menjadi bioetanol adalah 5.000-6.000 bioetanol/ha.

  • Karet

Karet merupakan  tanaman non pangan. Produksi karet 1,7 t/ha/tahun. Rendemen karet yang akan diolah menjadi biodiesel adalah 353 biodiesel/ha.

Sahabat hijau, dari semua tanaman di atas,  kelapa sawitlah yang lebih banyak dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia sebagai BBN.

KLIK INI:  AS dan China Sampaikan Komitmen Kuat dalam Mengatasi Krisis Iklim