Klikhijau.com – Bumi sedang tidak baik-baik saja. Banyak hal yang melukainya. Krisis iklim adalah salah satunya.
Penyebab lahirnya krisis iklim cukup banyak. Penggunaan bahan bakar energi fosil misalnya. Namun, meski begitu banyak negara merasa enggan meninggalkan bahan bakar fosil, termasuk indonesia.
Bahan bakar yang masuk dalam kategori bahan bakar fosil di antaranya pasir tar batu bara, minyak bumi, gas alam, minyak berat, dan minyak serpih, bitumen.
Bahan bakar fosil adalah bahan yang mengandung hidrokarbon asal biologis. Energi ini ditemukan di dalam kerak bumi lalu dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Permasalahan penggunaan energi fosil bukan hanya merusak lingkungan dan menyebabkan krisis iklim. Namun, juga memiliki keterbatasan bahan baku.
Bahan bakar ini biar bagaimana pun banyaknya, jika terus digerus akan habis jua. Apalagi proses pembentukannya memakan waktu yang lama, karena terbentuk sejak jutaan bahkan miliaran tahun lampau.
Artinya proses penyediaan bahan baku tidak akan tersedia secepatnya. Sehingga rela tidak rela memang harus beralih ke bahan bakar yang bahan bakunya bisa berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan.
Meski banyak negara masih setengah hati meninggalkan bahan bakar fosil, tidak sedikit pula yang mulai memanfaatkan bahan bakar non fosil.
Indonesia misalnya, meski belum meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mulai gencar menggalakkan Program Mandatori BBN. Program itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN sebagai Bahan Bakar Lain sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2015.
Untuk melancarkan pelaksanaan program tersebut, Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan (2015) telah menentukan tujuh kriteria jenis tanaman yang potensial untuk diproduksi menjadi BBN di Indonesia.
- Bahan pangan yang sudah surplus.
- Produktivitas tanaman.
- Rendemen BBN.
- Tanaman energi multiguna
- Kesiapan pengembangan tanaman.
- Kebijakan pemerintah.
- Lahan tidak bersaing dengan tanaman pangan atau kemudahan tumbuh di lahan marginal.
Nah, merujuk pada tujuh kriteria dan produk tersebut Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan menyebut ada 13 tanaman di Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan memproduksi bioetanol dan biodiesel, yakni:
-
Jarak pagar
Produktivitas tanaman jarak pagar 5 hingga 10 ton/ha/tahun. Rendemen tanaman ini untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 1.892 biodiesel/ha. Di Indonesia tanaman ini termasuk tanaman non pangan
-
Nyamplung
Sama seperti jarak pagar, nyamplung juga bukan tanaman non pangan. Produktivitas tanaman ini dalam setahun cukup tinggi, yakni 20 ton/ha/tahun. Rendemen tanaman untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 2.200 biodiesel/ha.
-
Kemiri sunan
Kemiri sunan di Indonesia termasuk tanaman non pangan. Produktivitas kemiri sunan dalam setahun bisa mencapai 15 ton/ha. Sementara Rendemen tanaman non pangan ini untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 6.000 biodiesel/ha.
-
Kelapa sawit
Tananam ini adalah jenis tanaman yang sudah surplus di Indonesia untuk memenuhi bangan pangan. Dalam setahun produktivitas kelapa sawit 24 ton/ha dengan rendemen untuk diolah jadi biodiesel sebesar 5.950 biodiesel/ha.
-
Kelapa
Tanaman ini termasuk tanaman yang juga sudah surplus di Indonesia untuk memenuhi bangan pangan. Produktivitasnya adalah 1,2 hingga 7,5 ton/ha dalam setahun. Rendemennya untuk dimanfaatkan menjadi biodiesel yakni sebesar 2.689 biodiesel/ha.
-
Pongamia
Tanaman ini adalah tanaman non pangan di Indonesia. ia memiliki produktivitas 7 sampai 29 ton/ha/tahun. Rendemennya untuk diolah menjadi biodiesel sebesar 3.600 hingga 5.000 biodiesel/ha.
-
Tebu
Tebu di Indonesia masuk ke dalam hitungan tanaman pangan yang belum surplus. Produktivitasnya dalam setahun sebesar 75 hingga 95 ton/ha. Untuk rendemennya sebagai bahan olahan bioetanol sebesar 5.000 hingga 6.000 bioetanol/ha.
-
Ubi kayu atau singkong
Dalam setahun produktivitas ubi kayu 30-40 ton/ha. Meski begitu, tanaman ini termasuk tanaman pangan yang belum surplus. Rendemennya jika ingin diolah menjadi bioetanol sebesar 4.500 bioetanol/ha.
-
Sagu
Sagu di Indonesia merupakan tanaman pangan surplus. Produksi sagu 25 t/ha/tahun. Rendemen jagung yang diolah menjadi bioetanol adalah 4.000-5.000 bioetanol/ha.
-
Sorgum
Di Indonesia sorgum merupakan tanaman non pangan. Hasil sorgum 30-50 t/ha/tahun. Rendemen dari pengolahan sorgum menjadi bioetanol adalah 5.000-6.000 bioetanol/ha.
-
Aren
Aren di Indonesia merupakan tanaman pangan yang belum surplus. Hasil aren 80 t/ha/tahun. Rendemen pengolahan tebu menjadi bioetanol adalah 11.428 bioetanol/ha.
-
Jagung
Di Indonesia jagung merupakan tanaman pangan yang belum mengalami surplus. Hasil jagung 8-14 ton/ha/tahun. Rendemen jagung yang diolah menjadi bioetanol adalah 5.000-6.000 bioetanol/ha.
-
Karet
Karet merupakan tanaman non pangan. Produksi karet 1,7 t/ha/tahun. Rendemen karet yang akan diolah menjadi biodiesel adalah 353 biodiesel/ha.
Sahabat hijau, dari semua tanaman di atas, kelapa sawitlah yang lebih banyak dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia sebagai BBN.